Wudhu, Bersihkan Diri Sucikan Hati
Ali
bin Husein apabila berwudhu, wajahnya berubah menjadi pucat. Tatkala
ditanya, “Apa yang terjadi dengan Anda saat berwudhu?” Beliau menjawab,
“Tahukah kalian, dihadapan siapa aku hendak berdiri menghadap?”
Adalah Ali bin Husein, apabila beliau berwudhu maka wajah beliau
berubah menjadi pucat. Tatkala beliau ditanya, “Apakah yang terjadi pada
Anda saat berwudhu?” Beliau menjawab, “Tahukah kalian, dihadapan siapa
aku hendak berdiri menghadap?”
Lazimnya, tatkala seseorang hendak menemui seorang pejabat yang
dihormati dan dicintai misalnya, ia akan memperbagus tampilan sebelum
bertemu. Ia akan bersih diri, memakai pakaian yang paling bagus dan
memakai minyak yang paling wangi. Ia pun akan bercermin dan meneliti
secara detil hal-hal yang sekiranya dapat mengundang kesan tidak baik
dalam pandangan pejabat yang dimaksud. Itupun disertai perasaan gugup,
takut dan sekaligus berharap akan mendapat sambutan yang baik. Begitulah
keadaan seseorang yang hendak menghadap pejabat. Lantas bagaimana
keadaan seorang hamba yang sedang mempersiapkan diri untuk menyambut
panggilan Pencipta-nya untuk menghadap?
Alasan inilah yang membuat raut wajah Ali bin Husein berubah. Beliau
memahami bahwa shalat berarti menghadap dan menyambut undangan Pencipta
yang berkuasa untuk berbuat apapun terhadapnya. Sedangkan wudhu adalah
persiapan untuk menyambut undangan agung tersebut.
Adapun sekarang, betapa sedikit orang yang mencapai penghayatan
demikian dalam. Wudhu hanya sebatas formalitas dan aktifitas lahir yang
tidak menyertakan amal bathin. Sehingga, amal yang sejatinya besar ini
tidak banyak memberikan pengaruh yang signifikan ke dalam hati,
selanjutnya nihil pula dampaknya dalam amal perbuatan.
Wudhu dan Kesucian Hati
Sejatinya, wudhu memiliki dua dimensi kesucian yang menjadi tujuan.
Suci lahir dan suci batin. Sisi lahir adalah sucinya anggota badan, dan
sisi batinnya adalah penyucian hati dari noda dosa dan maksiat dengan
bertaubat. Oleh karena itu Allah menyandingkan antara taubat dan
thaharah (bersuci) dalam firmanNya,
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam
Bada’i al-Fawa’id menjelaskan
ayat ini, “Bersuci yang dimaksud ada dua hal; bersuci dari hadits dan
najis dengan air, dan bersuci dari kesyirikan dan kemaksiatan dengan
taubat. Dan poin kedua inilah yang menjadi inti. Karena bersuci dengan
air tidaklah berguna tanpa bersuci dari syirik dan maksiat. Maka
mempersiapkan dan mencurahkan kesungguhan untuk mendapatkan kesucian
hati lebih diprioritaskan. Sebagaimana seorang hamba tatkala masuk
Islam, dia terlebih dahulu membersihkan kesyirikan dengan bertaubat,
baru kemudian bersuci dari hadats dengan air.”
Pada kesempatan yang lain, dalam Kitab Ighaatsatul Lahfaan beliau
juga berkata, “Dengan hikmah-Nya, Allah menjadikan kebersihan sebagai
persyaratan untuk berjumpa dengan-Nya, karena itu seorang yang
melaksanakan shalat tidak boleh bermunajat dengan-Nya kecuali setelah
bersuci. Demikian pula Allah menjadikan kebersihan dan kebaikan sebagai
syarat untuk masuk jannah, sehingga tidak masuk jannah kecuali orang
yang baik dan suci. Itulah dua jenis kesucian, suci badan dan suci hati.
Karena itu, orang yang selesai berwudhu diperintahkan berdoa,
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ
التَّوَّابِينَ ، وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ.
“Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq kecuali Allah, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikan
aku termasuk orang-orang yang banyak bertaubat dan jadikan aku termasuk
orang-orang yang beriman.” (Lafal ini diriwayatkan oleh Tirmidzi,
shahih dan memiliki beberapa syawahid, seperti yang diutarakan oleh
al-Albani dalam al-Irwa’)
Kebersihan hati diperoleh dengan bertaubat dari dosa, sedangkan
kebersihan badan bisa diperoleh dengan air. Tatkala seseorang telah
memiliki dua macam kebersihan, maka ia layak untuk berjumpa dengan
Allah.”
Dan Dosa pun Berguguran
Dosa bagi hati, laksana penyakit bagi badan. Setiap kali bertambah
dosa, bertambah pula tingkat keparahan penyakit yang diderita oleh hati.
Hingga tatkala tak diiringi dengan penawar, sementra penyakit bertambah
akut, lambat laun hati akan mati. Dosa juga menimbulkan karat di hati.
Setiap kali jasad melakukan satu dosa, muncullah satu bercak hitam di
hati. Jika tidak dibersihkan dan dosa terus bertambah, maka bercak hitam
akan memenuhi permukaan hati, hingga hati menjadi buta, gelap dan
tertutup dari cahaya iman. Inilah ‘rona’ yang dimaksud dalam firman
Allah,
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (QS. Muthaffifiin;14).
Wudhu menjadi salah satu penggugur dosa dan pembersihnya, hingga
racun hati menjadi tawar, penyakit menjadi hilang dan karat di hati
menjadi bersih. Nabi shallallahu alaihi wasallam,
“إِذَا تَوَضّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ (أَوِ الْمُؤْمِنُ)
فَغَسَلَ وَجْهَهُ، خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا
بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ (أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ) فَإِذَا
غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا
يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ (أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ) فَإِذَا غَسَلَ
رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ
(أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ) حَتّى يَخْرُجَ نَقِيّاً مِنَ
الذّنُوبِ”.
“Jika seorang hamba Muslim atau Mukmin berwudhu lalu membasuh
wajahnya, akan keluar dari wajahnya setiap dosa yang dilakukan kedua
matanya bersamaan dengan keluarnya air atau tetesan air yang terakhir.
Jika dia membasuh tangannya, akan keluar dari kedua tangannya setiap
dosa yang pernah diperbuat oleh kedua tangannya itu bersama air atau
tetesan air yang terakhir. Jika dia membasuh kedua kakinya, akan keluar
setiap dosa yang pernah diperbuat oleh kedua kakinya bersama dengan air
atau tetesan air yang terakhir, sehingga dia akan keluar dalam keadaan
benar-benar bersih dari dosa.” (HR. Muslim)
Wudhu pun harus Khusyu’
Seyogyanya, kita hadirkan hati dan batin kita saat berwudhu. Sadar
bahwa anggota wudhu yang kita basuh kerap melakukan dosa, dan kita
berharap agar Allah menggugurkan dosa bersamaan tetesan air wudhu.
Bukankah apa yang kita basuh di saat wudhu adalah anggota badan yang
sering bersentuhan langsung dengan maksiat? Mata memandang yang haram
berkali-kali, tangan berbuat aniaya bertubi-tubi, kaki melangkah ke
tempat-tempat yang tidak Allah ridhai? Begitupun dengan lisan yang tak
terkendali, hingga disunnahkan pula untuk berkumur sebagai penyuci.
Sertakan pula penyesalan dan taubat hati dari segala hal yang bisa
mengotori, agar ia menjadi suci. Inilah yang disebut dengan wudhunya
hati atau wudhu batin. Seperti perbincangan di antara dua ulama dan ahli
ibadah berikut ini,
Suatu hari, Isham bin Yusuf menghadiri majlis Hatim Al-Asham, Isham
bertanya, “Wahai Abu Abdirrahman, bagaimanakah cara Anda shalat?” Hatim
menjawab, “Apabila masuk waktu shalat aku berwudhu dengan lahir dan
bathin.” Isham bertanya, “Bagaimana maksud wudhu lahir dan bathin itu?”
Hatim menjawab, “Wudhu lahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua
anggota wudhu dengan air. Sementara wudhu bathin adalah membasuh hati
dari tujuh perkara; bertaubat, menyesali dosa yang dilakukan, tidak
tergila-gila oleh dunia, tidak mencari pujian orang (riya’), tidak gila
jabatan, membersihkan dari kebencian dan kedengkian.”
Antara Air dan Sucinya Hati
Bersuci dengan air memang memiliki kaitan erat dengan bersihnya hati
dari dosa. Karenanya, dalam salah satu doa Nabi shallalahu alaihi
wasallam berbunyi,
اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَاىَ بِمَاءِ الثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
“Ya Allah cucilah dosa-dosaku dengan air, dan salju dan barad (air hujan es).” (HR Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya, “Bagaimana Allah
membersihkan kesalahan-kesalahan dengan air dan salju? Bukankah air
panas lebih efektif untuk membersihkan kotoran?”
Beliau menjawab, “Kesalahan-kesalahan menyebabkan hati menjadi panas,
kotor dan lemah. Akibatnya, hati menjadi lembek, sementara api syahwat
berkobar di dalamnya. Kesalahan dan dosa ibarat kayu bakar yang tersulut
api, semakin banyak kesalahan, maka nyala api di hati semakin besar,
dan hati semakin lemah. Air akan membersihkan kotoran sekaligus
mematikan api. Apabila air tersebut dingin, ini bisa menjadikan badan
lebih kuat dan lebih kokoh. Bila air tersebut disertai dengan salju dan
barad, maka akan lebih menyegarkan, menguatkan dan mengokohkan badan.
Dengan demikian, ia lebih banyak menghilangkan dampak dan pengaruh dari
kesalahan-kesalahan tersebut.”
Begitulah keagungan wudhu, hingga kita pun tahu, tak ada satu
syariatpun yang digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya, kecuali mengandung
maslahat yang besar. Bukan sekedar formalitas, apalagi hanya iseng.
Bahwa ada yang belum merasakan efeknya secara signifikan, itu
dikarenakan minimnya pengetahuan, di samping masih jauh dari pengamalan
yang benar. Semoga wudhu kita bisa menjadi pembersih bagi diri dan hati
kita. (Abu Umar Abdillah)