Selasa, 10 Januari 2012

“Hati yang Tertutup” Apa yang Engkau Cari di Dunia Ini?

Malam ini, ketika tulisan ini saya buat, gerhana bulan sedang terjadi, yaitu ketika cahaya matahari yang seharusnya dipantulkan bulan terhalang oleh keberadaan bumi yang berada di antaranya. Hal tersebut mengingatkan saya pada pembahasan hati yang saat ini sudah memasuki bagian ke-6. Hati yang menjadi puncak kebahagiaan, yang menjadi sesuatu yang dicari semua orang di dunia ini.
Allah telah menutup hati, pendengaran dan penglihatan mereka. Dan bagi mereka siksa yang amat berat (Q.S al-Baqarah 2:7)
Hati yang tertutup berbuah pada siksa yang amat berat. Siksa tentulah bukan termasuk kepada kebahagiaan. Tidak ada orang yang ingin disiksa meskipun seringkali seseorang melakukan apa yang membuat dirinya tersiksa. Maka menarik untuk membahas hati yang tertutup tersebut bagaikan banyaknya orang ingin mengabadikan dan melihat bagaimana bulan tak bersinar lagi pada saat gerhana matahari.
Simaklah, bagaimana seorang Nanang Qosim Yusuf dalam bukunya The 7 Awareness membuat permisalan tentang hati, dan tiga lapisan yang telah kita bahas pada catatan sebelumnya. Meskipun pada buku tersebut Naqoy, panggilan akrabnya, menambahkan kata lubb sebagai bagian terdalam, saya lebih condong untuk mencukupkan lapisan hati tersebut kepada tiga bagian, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Bagian-bagian hati, jelas Naqoy dengan perubahan redaksi yang saya lakukan, bagaikan sebuah rumah. Shodr, bagian terluar, ibarat pintu yang dapat terlihat jelas. Pintu juga dapat terpengaruh dari faktor-faktor yang terdapat di luar rumah itu sendiri. Debu yang mengotori pintu rumah misalnya, tidak berasal dari dalam rumah saja, melainkan juga dari luar rumah. Seperti itu pula shodr, yang dapat terpengaruh dari karakter diri sendiri maupun karakter lingkungan yang berada di sekitar kita.
Bagian kedua adalah qolbun. Itu dipermisalkan Naqoy sebagai ruang tamu sebuah rumah. Layaknya ruang tamu, meskipun tidak seperti pintu, ruang tamu tetap saja dapat terpengaruh dari luar. Tuan rumah biasanya sangat memperhatikan ruang tamu jika ada orang yang bertandang, melebihi perhatian ketika tidak ada seorang pun yang berkunjung. Nah, qolbun pun terkadang seperti itu.
Sedangkan fuad adalah ruang privat. Ia adalah kamar dalam diri kita yang bersifat khusus. Tidak terbuka layaknya pintu, tidak sebebas ruang tamu. Fuad mewakili nilai-nilai ilahiyah yang bebas dari pengaruh kemanusiaan. Berbeda dengan shodr yang menggambarkan nilai kemanusiaan itu sendiri, sehingga sering terpengaruh oleh nilai-nilai manusia lain. Terakhir adalah qolbu, berada di antaranya sehingga sering berubah dan berpindah tempat.
Terkait hal tersebut dengan pembicaraan awal, maka sederhana sekali permisalannya. Tak akan tersentuh kebahagiaan seseorang jika pintunya saja tertutup. Hanya dengan keterbukaan shodr, penjernihannya dari ‘kotoran-kotoran’ yang memberi pengaruh, membebaskannya dari  asupan-asupan yang tidak bergizi lagi bermanfaat, membuatnya tampak bersih sehingga nilai–nilai kebahagiaan pun, senang untuk masuk, kemudian menikmati hidangan di ruang tamu yang bersih dan menginap dalam kamar yang berada dalam fuad.
Sungguh, Naqoy telah menggambarkan hati dengan tepat dan menarik. Maka, izinkanlah saya menambah kekuatan permisalan tersebut sambil menutup tulisan ini dengan  kisah populer yang begitu mencerahkan hati berikut ini. Kisah yang saya ambil dari Majalah SWA edisi Mei 2010, tulisan Arvan Pradiansyah.
Seorang pengusaha kaya ingin memilih siapakah diantara tiga anaknya yang mampu mewarisi perusahaannya. Untuk itu diapun menguji ketiganya dengan cara menyembunyikan jam antiknya yang terbuat dari emas di gudangnya yang sangat besar, gelap dan ditimbuni banyak jerami.
Anak pertama masuk dengan membawa pelita dan berusaha membongkar jerami-jerami itu dengan tangannya. Setelah seharian bekerja keras ia belum juga menemukan jam antik ayahnya. Ia kemudian keluar dengan sangat kecewa.
Anak kedua masuk dengan membawa pelita dan tongkat pengais, berusaha membongkar dan mengais-ngais jerami dalam gudang yang gelap dan sangat besar itu. Namun setelah seharian mencari ia tak juga berhasil menemukan jam emas antik itu.
Anak ketiga masuk ke dalam gudang itu tanpa pelita namun dalam beberapa jam kemudian ia keluar dengan membawa jam antik ayahnya. Ini tentu saja sangat mengherankan kakak-kakaknya yang kemudian bertanya kepadanya dimana letak rahasianya. Si bungsu mengatakan bahwa ia masuk ke gudang itu dan duduk diam, tenang dan hening beberapa saat sampai akhirnya ia dapat mendengarkan suara tak-tik-tak jam antik ayahnya dengan jelas dan pelan-pelan ia menelusuri sumber suara itu sampai akhirnya ia tiba pada jam antik emas milik sang ayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar